20 PETUNJUK MEMILIH ISTRI
Istri yang shalih adalah perhiasan terindah bagi suaminya. Peran
istri dalam kehidupan suami sangatlah besar. Istri yang shalih dapat membina
rumah tangga sakinah dan penuh berkah. Istri seperti inilah yang menjadi
dambaan setiap lelaki muslim.
Seperti apa istri yang shalih? Apa saja ciri-cirinya?
Bagaimana mengetahuinya?
Artikel-artikel terurai menjawab semua pertanyaan tersebut
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Rasulullah SAW yang shahih. Insya Allah
dengan memahaminya lelaki muslim dapat memilih istri yang shalih. Bagi wanita
muslim, bisa menjadikan artikel artikel terurai sebagai pedoman untuk menjadi
istri shalih
- TAAT BERAGAMA
Rasulullah SAW bersabda :
"Perempuan itu
dikawini atas empat perkara, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya,
karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan
agamanya agar dirimu selamat." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan :
Hadits tersebut memberikan gambaran mengenai kriteria-kriteria yang
menjadi bahan pertimbangan seorang lelaki dalam memilih seorang perempuan
sebagai istrinya. Kriteria-kriteria tersebut adalah kecantikan, keturunan,
kekayaan, dan agamanya. Orang yang mengutamakan kriteria agama, dijamin oleh
Allah SWT akan memperoleh kebahagiaan dalam berkeluarga.
Agama atau diin ialah keyakinan yang disertai
peribadatam sesuai dengan ketentuan syari'at Islam. Bila keyakinan dan
peribadatan yang dilakukan seseorang menyimpang dari ketentuan syari'at Islam,
orang yang melakukannya telah sesat. Untuk mengetahui ketaatan seseorang
beragama, kita harus berpedoman pada ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah
SAW.
Dalam memilih seorang perempuan untuk dijadikan istri, pertama kali
hendaklah kita menilai ketaatannya dalam beragama seperti yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW dalam Hadits di atas.
Tanda utama seseorang dikatakan taat beragama yaitu
bila ia dapat menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan Islam
dengan benar.
Orang yang beriman kepada Allah hanya meyakini ketentuan-Nya. Ia
tidak akan mempercayai ramalan ahli nujum dan peramal misalnya, sebab orang
yang mempercayai ramalannya berarti tidak sepenuhnya beriman kepada Allah SWT.
Perbuatan seperti itu disebut SYIRIK karena berlawanan dengan keyakinan bahwa
hanya Allah SWT yang tahu segala yang ghaib. Orang yang berbuat syirik telah
sesat.
Tanda lain seseorang dikatakan taat beragama adalah
bila ia menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Islam dengan tekun dan
benar. Ibdah pokok dalam Islam dan tidak dapat ditinggalkan adalah shalat.
Siapa pun yang telah memeluk Islam harus melaksanakannya. Rasulullah SAW telah
menyatakan bahwa shalat adalah hal yang pokok dalam Islam. Hal ini disebutkan
dalam Hadits berikut:
Dari Abu Hurairah Ra,
ujarnya: Rasulullah SAW bersabda: "Perbuatan manusia yang pertama kali
dihisab pada hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, dia akan
beruntung dan selamat. Akan tetapi, bila shalatnya tidak benar, dia akan gagal
dan merugi. Jika ada yang kurang sedikit dari kewajiban yang dilakukannya,
kelak Tuhan yang Maha Gagah dan Maha Mulia akan berfirman: '(Wahai Malaikat),
perhatikanlah apa hamba-Ku ini melakukan shalat sunnah sehingga dapat
menyempurnakan kekurangannya dalam melakukan shalat wajib, kemudian semua
amalnya akan dihisab dengan cara seperti ini.'"(H.R. Tirmidzi, Hadits
hasan)
Maksud Hadits ini ialah seseorang dinilai taat beragama bila ia
menunaikan kewajiban shalat dengan benar. Seseorang yang mengaku muslim tetapi
terkadang menjalankan shalat, terkadang tidak, berarti tidak taat beragama.
Bila ia melakukan shalat tetapi tidak mengikuti tuntunan Rasulullah SAW,
shalatnya tidak benar. Orang semacam ini termasuk orang yang tidak taat
beragama.
Seorang laki-laki yang hendak menilai ketaatan calon
istrinya, haruslah lebih dulu mengerti ajaran Islam tentang keyakinan dan
peribadatan secara benar sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Bila dia sendiri tidak tahu hal-hal yang menjadi ketetapan dan
hal-hal yang bukan menjadi ketetapan Islam, tentu dia tidak akan bisa memilih
calon istri yang taat beragama dengan benar menurut ketentuan syari'at Islam.
Kita tidak seharusnya mudah terpesona dengan
penampilan seorang perempuan. Perempuan berjilbab, misalnya, dalam pergaulan
sehari-hari ia ternyata bercampur dengan laki-laki bukan mahram tanpa
mengindahkan batas norma pergaulan yang digariskan oleh Islam. Kita bisa
menyimpulkan bahwa wanita semacam ini jelas tidak taat beragama.
Kita tidak semestinya menilai perempuan berdasarkan
atas ukuran dan norma yang berlaku dalam masyarakat, karena norma yang berlaku
di tengah masyarakat sering bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu,
kita harus benar-benar menggunakan kriteria yang digariskan oleh Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW sejak awal memilih calon istri.
Bila langkah awal telah ditempuh dengan benar, kelak
rumah tangga kita akan dapat berjalan dengan serasi, harmonis, dan dan penuh
kemesraan, karena masing-masing mendasarkan langkah dan niatnya hanya karena
Allah. Segala bentuk kesulitan dan goncangan dalam mengayuh bahtera rumah
tangga akan dihadapi dengan penuh ketenangan dan pikiran jernih, karena kedua
belah pihak selalu pasrah dan berlindung pada kehendak dan kekuasaan-Nya. Sikap
semacam ini akan sangat membantu suamu istri dalam membina rumah tangga sesuai
dengan keridlaan Allah SWT.
Sebaliknya, istri tidak taat beragama, yaitu istri
yang mengabaikan ajaran agama, akan menyebabkan suami sulit membimbingnya dan
sulit menciptakan suasana rumah tangga yang islami. Bila suami dan istri sudah
berlainan langkah dalam menilai perbuatan halal dan haram atau baik dan buruk,
hal ini bisa menimbulkan pertengkaran dan perpecahan dalam berumah tangga.
Rumah tangga semacam ini sulit menjadi harmonis, tentram dan tenang.
Selain memberi dampak buruk bagi suami, istri yang
tidak taat beragama akan memberi dampak buruk pada pendidikan anak kelak. Ia
tidak akan mendorong anaknya untuk taat shalat dan rajin mengaji, tidak
membiasakan salam ketika keluar masuk rumah, tidak tahu membedakan najis dan
suci, dan lain-lain. Anak-anak yang tidak mengenal aturan agama semacam ini
kelak setelah besar mungkin sekali mudah terpengaruh oleh pergaulan yang buruk
sehingga menjadi orang yang rusak akhlaqnya dan mengabaikan agama. Oleh karena
itu, besar sekali bahaya istri yang tidak taat beragama untuk menjadi ibu bagi
anak-anak kita.
Agar kita dapat membentuk rumah tangga yang diridlai
oleh Allah dan memperoleh kebahagiaan sepanjang hayat sebelum mengambil seorang
perempuan menjadi istri kita perlu mengetahui ketaatannya dalam beragama.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain:
1.
Mengamati caranya berpakaian,
berias dan bergaul apakah sesuai dengan ketentuan Islam atau tidak. Misalnya,
mengamati apakah ia memakai muslimah atau tidak, bersolek atau tidak,
berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki bukan mahram atau tidak.
2.
Menanyakan kepada orang-orang
yang dekat dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga dekat, atau
teman-teman dekat tentang ketaatannya menjalankan shalat 5 waktu, ketaatannya
menjalankan puasa Ramadhan, sikapnya kepada tetangga atau para kerabatnya,
sikapnya kepada orang yang lebih tua, dan lain-lain.
3.
Datang sendiri kepada keluarga
perempuan untuk melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung. Dalam
pertemuan ini, perempuan yang diinginkan harus disertai dengan anggota
laki-laki keluarganya, sehingga tidak terjadi khalwat (berduaan). Pada saat
inilah kita bisa meneliti berbagai hal yang ingin diketahui dari perempuan
tersebut agar kita memperoleh gambaran yang jelas.
Cara-cara semacam inilah yang seharusnya dilakukan
oleh kaum muslimin dalam menyelidiki calon istrinya. Kita tak boleh melakukan
cara-cara di luar Islam, seperti berpacaran atau berkenalan di tengah jalan.
Cara semacam ini sama sekali tidak dibenarkan.
Ringkasnya, Laki-laki yang ingin membangun rumah
tangga bahagia dan penuh kesejateraan di dunia dan di akhirat hendaklah memilih
perempuan yang taat beragama untuk dijadikan istri. Insya Allah hidupnya akan
bahagia.***
- DARI LINGKUNGAN YANG BAIK
Disebutkan dalam Hadits berikut bahwa:
Rasulullah SAW bersabda:
"Jauhilah olehmu khadraauddiman!" Rasulullah ditanya: "Wahai
Rasulullah, apakah khadraauddiman itu?" Sabdanya: "Wanita cantik di
lingkungan yang buruk."(H.R. Daraquthni, Hadits lemah)
Penjelasan:
Hadits tersbut derajatnya lemah karena ada rawi bernama Al-Waqidi
yang dinilai sebagai rawi yang sangat lemah oleh ahli hadits.
Hadits tersebut memperingatkan kepada laki-laki muslim
bahwa perempuan yang tinggal di lingkungan yang tidak baik hendaknya dijauhi.
Perempuan semacam itu kemungkinan besar akhlaqnya terpengaruh lingkungannya
yang tidak islami. Hal ini sering dibuktikan oleh pengalaman dalam kehidupan di
tengah masyarakat selama ini. Wanita sering lebih mudah tergoda oleh hal-hal
yang sepintas menyenangkan dan tampak glamor, tanpa memikirkan akibat buruk
yang akan terjadi. Wanita lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak
baik.
Lingkungan yang tidak baik ialah lingkungan yang
dipenuhi kebiasaan, tradisi, dan perilaku yang bertentangan dengan syari'at
Islam. Lingkungan masyarakat yang mempunyai tradisi berjudi, membuka praktek
pelacuran, gemar minum minuman keras, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya
merupakan contoh lingkungan yang tidak baik.
Lingkungan semacam ini jelas merugikan pembinaan
akhlaq dan keagamaan masyarakatnya, baik perempuan maupun laki-laki. Lingkungan
yang dipenuhi dengan praktek pelacuran tentu amat membahayakan pembinaan akhlaq
waarga perempuannya. Biasanya warga laki-lakinya banyak yang lebih dulu
terjerumus sehinga kaum perempuan terdorong untuk lebih berani terjum dalam
kesesatan seperti itu. Hal ini disebabkan kaum laki-lakinya tidak bisa
diandalkan sebagai pelindung kaum wanitanya.
Memang tidak bisa dijadikan sebagai satu kepastian
untuk menyimpulkan bahwa setiap perempuan yang tinggal di lingkungan yang buruk
otomatis berakhlaq tidak baik. Beberapa contoh kita temukan dalam sejarah bahwa
ada wanita yang tetap tegak dalam keyakinan tauhid walaupun berada di
tengah-tengah lingkungan penuh dengan dosa dan kemusyrikan, Diantaranya adalah
'Aisyah, istri Fir'aun dan Masyithah, pelayan perempuan di istana Fir'aun.
Kedua perempuan ini ternyata teguh dalam mengikuti ajaran Musa AS.
Akan tetapi, perempuan-perempuan seperti mereka sulit kita dapatkan.
Suami yang istrinya berasal dari lingkungan tidak baik
mempunyai resiko amat besar karena akhlaq dan kebiasaan buruk yang telah
mendarah daging dalam diri sulit diubah dalam waktu relatif singkat.
Seorang perempuan yang biasa mengangap pergaulan bebas
dan pelacuran sebagai hal yang lumrah dalam masyarakat, akan sulit menaati
ketentuan agama yang melarang laki-laki dan perempuan bukan mahram bergaul
bebas. Bila kelak dia menjadi istri dari suami yang lingkungan keluarganya taat
beragama, akan terasa sulit dan berat baginya untuk mematuhi akhlaq agama.
Ketika suaminya tidak di rumah, ia akan merasa tidak berdosa menerima teman
lelakinya yang bebas berkunjung ke rumah. Bila suami menegur, ia akan menjawab
dengan enteng bahwa hal itu telah lumarah. Ia sama sekali tidak mau
mengindahkan syari'at Islam, bahkan menganggapnya sebagai belenggu yang menekan
dirinya.
Istri yang bersikap semacam ini jelas akan menimbulkan
konflik dengan suaminya sehingga terjadi pertengakaran. Hal itu disebabkan
istri enggan mematuhi syari'at Islam yang dipandangnya bertentangan dengan
tradisi lingkungan yang tidak islami.
Tak ada suami atau istri yang menghendaki rumah
tangganya dipenuhi pertengkaran dan perselisihan setiap hari. Pertengaran dan
perselisihan dalam rumah tangga mengakibatkan tekanan dan depresi bagi suami
istri. Untuk mencegah hal ini, Islam memberikan tuntunan kepada kita agar dalam
memilih calon istri hendaklah memperhatikan lingkungan tempat tinggalnya.
Jadi, walaupun Hadits tersebut lemah, isi dan maksud
Hadits di atas dapat dipergunakan sebagai pedoman umum sehingga kita lebih
dapat berhati-hati dalam menilai akhlaq seorang perempuan. Kita dapat
menjadikannya sebagai peringatan agar kita lebih mengutamakan calon istri yang
tinggal di lingkungan yang baik.
Untuk mengetahui kualitas lingkungan tempat tinggal
calon istri, kita dapat mengamati hal-hal yang berhubungan dengan:
1.
Tempat tinggalnya, yaitu apakah
yang bersangkutan tinggal di lingkungan yang islami atau tidak. Kalau
lingkungannya biasa digunakan sebagai tempat berjudi atau bermabuk-mabukan atau
menyabung ayam dan maksiat lainnya, kecil kemungkinan orang yang tinggal di
tempat semacam ini taat beragama. Sebaliknya, apabila ia tinggal di lingkungan
yang rajin mengadakan pengajian, masjidnya ramai dengan shalat jama'ah, warga
yang perempuan berpakaian muslimah, tidak terjadi pergaulan bebas antara
laki-laki dan perempuan yang bersangkutan taat beragama.
2.
Keluarganya, yaitu apakah
keluargannya orang-orang yang taat menjalankan syari'at Islam atau tidak. Jika
ia berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama, misalnyatidak taat
shalat, tidak taat puasa, tidak peduli akan halal dan haram dalam mencari
nafkah, anggota keluarga yang perempuan tidak berpakaian muslimah di luar
rumah, atau tidak baik hubungannya dengan tetangga atau kerabat dekatnya, kita
harus berhati-hati agar kita selamat dari kemungkinan-kemungkinan tidak baik
saat membina rumah tangga kelak.
3.
Lingkungan pendidikannya, yaitu
lingkungan di mana dia memperoleh pendidikan islami atau tidak.
Ringkasnya, kaum laki-laki dalam memilih calon istri
sebaiknya memperhatikan aspek lingkungannya. Mereka sebaiknya lebih
mengutamakan perempuan yang tinggal di lingkungan yang baik. Semakin baik
lingkungan asalnya, akan semakin besar sumbangannya dalam mewujudkan pembinaan
rumah tangga yang bahagia.
- PERAWAN
Disebutkan dalam Hadits
berikut bahwa:
Rasulullah SAW bersabda
kepada Jabir ketika beliau kembali dari perang Dzatur Riqa':
"Wahai Jabir, apakah
nanti kamu akan kawin?" Saya menjawab: "Ya, wahai Rasulullah."
Sabdanya: "Dengan janda atau perawan?" Saya menjawab:
"Janda." Sabdanya: "Mengapa bukan perawan, supaya kamu dapat
bergurau dengannya dan ia pun dapat bergurau denganmu?" Saya menjawab:
"Sesungguhnya bapakku telah wafat saat perang Uhud, sedangkan beliau
meninggalkan tujuh anak perempuan kepada kami. Oleh karena itu, aku menikah
dengan seorang janda perempuan yang 'mumpuni', ia dapat mengasuh mereka dan
melakukan kewajiban terhadap mereka." Sabdanya: " Engkau benar, insya
Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
Hadits tersebut memberikan dorongan kepada kaum laki-laki untuk
memilih calon istri yang perawan, yaitu perempuan yang belum pernah bersetubuh
atau belum pernah menikah.
Perempuan-perempuan yang masih perawan belum pernah
mengenal kemesraan dengan laki-laki sehingga hatinya masih polos dan bersih. Ia
tidak memiliki kenangan masa lalu dengan laki-laki lain sehingga ketika ia
bercengkerama dengan laki-laki yang baru menjadi suaminya, hati dan
angan-angannya hanya tertuju kepada suami. Ia hanya merasakan sentuhan
kemesraan dari laki-laki yang menjadi suaminya. Seluruh perhatian, cinta, serta
kasih sayangnya dicurahkan kepada suami tanpa membandingkan dengan laki-laki
lain. Keadaan semacam inilah yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits
tersebut dengan sabdany : "Engkau bisa bergurau dengannya dan dia pun bisa
bergurau mesra denganmu." Suasana semacam inilah yang dinyatakan
Rasulullah kemungkinan besar hanya bisa tercipta dengan istri yang masih
perawan.
Laki-laki muslim sebaiknya berhati-hati terhadap
perempuan yang pernah berpacaran atau gemar berganti pacar. Perempuan yang
pernah berpacaran pernah mengenal kemesraan dengan laki-laki sehingga hatinya
tidak polos dan tidak bersih lagi. Ia sudah tentu memiliki kenangan masa lalu
dengan pacarnya sehingga ketika ia bercengkerama dengan suami, hati dan
angan-angannya tidak sepenuhnya tertuju kepada suaminya. Ia akan membandingkan
sentuhan kemesraan antara pacarnya dulu dengan suaminya. Selain itu,
keperawanannya juga harus dipertanyakan karena tidak bisa dipastikan sejauh
mana ia berhubungan dengan pacarnya.
Untuk mengetahui keperawanan calon istri seorang
laki-laki dapat melakukan cara-cara berikut ini:
- Menanyakan hal tersebut kepada yang bersangkutan ketika bermaksud melamar.
- Menanyakan hal tersebut kepada keluarga atau kerabat atau tetangga dekatnya yang dinilai jujur, adil dan objektif.
- Melakukan pemeriksaan medis bilamana ingin memperoleh keyakinan bahwa yang bersangkutan benar-benar perawan. Akan tetapi, cara semacam ini harus mendapat persetujuan dari perempuan yang bersangkutan, karena hal ini bisa dianggap merendahkan martabatnya.
Hadits Rasulullah SAW tersebut merupakan anjuran
kepada laki-laki muslim untuk memilih perempuan yang perawan sebagai istri,
bukan larangan kepada laki-laki muslim untuk memperistri perempuan janda.
Rasulullah mengingatkan bahwa dengan memperistri perempuan perawan kemungkinan
besar akan lebih dapat menciptakan suasana kemesraan yang lebih mendalam
dibandingkan dengan beristrikan perempuan janda.
Oleh karena itu, laki-laki yang menginginkan suasana mesra
dan perhatian sepenuh hati dari istrinya, hendaklah memilih perempuan yang
masih perawan
- PENYABAR
Allah berfirman dalam Q.S. At-Tahriim ayat 11:
"Allah menjadikan
istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata: 'Ya
Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syura; dan
selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya; dan selamatkanlah aku dari
kaum yang dzalim'".
Penjelasan:
Sabar dalam bahasa Arab artinya lapang dada menerima kepahitan,
kesulitan dan rintangan tanpa keluh kesah dan jengkel. Bila seseorang
menggerutu menghadapi kesulitan, jengkel dan marah menghadapi rintangan. Dia
dikatakan tidak sabar.
Maksud ayat tersebut ialah bahwa seorang istri yang
sabar menghadapi perilaku buruk suaminya sangat membantu mempertahankan
keutuhan rumah tangga. Dalam kasus tersebut, istri Fira'aun sangat sabar
menerima kekejaman Fir'aun terhadap dirinya. Ia tetap tabah menghadapi
kekejaman suaminya dan hanya pasrah pada Allah.
Istri penyabar seperti istri Fir'aun yang Allah
gambarkan pada ayat tersebut tentu memberikan jasa sangat besar dalam
memelihara keutuhan rumah tangga, kebahagiaan suami dan kegembiraan
anak-anaknya. Ia tidak akan mudah menceritakan kesulitan dan berbagai
permasalahan yang akan menyedihkan dan mecemaskan suaminya. Walaupun sebenarnya
istri menyimpan kepahitan dalam hatinya, semua kesulitan dihadapinya dengan
penuh ketabahan dan sikap pasrah kepada Allah. Hal itu menjadikan rumah
tangganya selalu dipenuhi kegembiraan, keceriaan dan penuh tawa.
Istri yang sabar tidak hanya memberikan semangat dan
dorongan hidup kepada suaminya dalam menghadapi segala macam tantangan dan
rintangan, ia juga dapat menjaga kehormatan suami di hadapan anak-anak dan
orang lain. Istri yang sabar tidak akan manceritakan sikap buruk suami kepada
anak-anaknya, karena ia tidak ingin melibatkan anak-anaknya dalam persoalan
yang tengah dihadapinya. Sebaliknya, ia selalu memuji akhlaq suaminya di
hadapan anak dan orang tuanya. Sikap semacam ini akan menciptakan hubungan mesra
dalam rumah tangga karena anak-anak selalu menaruh hormat kepada bapaknya.
Sebaliknya istri yang pemarah, suka membantah dan suka
memaki suaminya akan menimbulkan konflik berkepanjangan dalam rumah tangganya.
Bahkan konflik tersebut bisa melebar kepada anak-anak, orang tua dan mertuanya.
Jika hal ini terjadi, pasti anak-anak dalam rumah tangga semacam ini akan
mengalami stress dan kebingungan. Selain itu, tetangga pun akan merasa enggan
berdekatan dengan rumah tangga yang dipenuhi konflik. Mereka mungkin saja turut
merasakan ketegangan karena boleh jadi anak-anak yang berasal dari keluarga
yang penuh konflik akan menimbulkan gangguan.
Oleh karena itu, setiap laki-laki sangat perlu
memperhatikan sifat calon istrinya, apakah dia bersifat penyabar atau pemarah,
tabah menempuh kesulitan atau manja. Hal ini perlu diketahui sebab sifat-sifat
buruk banyak berpengaruh dalam hidup berumah tangga. Bukankah tidak ada orang
yang mau membangun rumah tangga dengan suasana penuh pertentangan, perselisihan
dan permusuhan yang hanya akan menciptakan hidup penuh derita dan nestapa.
Untuk mengetahui apakah calon istri penyabar atau
tidak, dapat dilakukan penyelidikan dengan cara-cara antara lain:
- Menanyakan hal tersebut kepada teman atau tetangga dekatnya yang jujur dan adil bagaimana sikap yang bersangkutan dalam menghadapi kesulitan, rintangan dan kepahitan. Misalnya, dengan mengamati sikapnya apabila ada teman yang berbuat salah kepadanya, apakah dia cepat memarahi ataukah menerimanya dengan tenang. Apabila ternyata dia bersikap tenang tanpa menunjukkan sikap jengkel atau marah berarti ia orang yang sabar.
- Mengamati dan mengujinya dengan beberapa hal berikut:
Reaksinya ketika disuruh
menunggu;
Reaksinya ketika ditegur karena
melakukan kesalahan;
Reaksinya ketika dihadapkan
pada kesulitan;
Sikapnya ketika menghadapi anak
kecil, orang tua, orang sakit, orang lanjut usia, dan lain-lain.
Setiap suami ingin istrinya mempunyai kesabaran jauh
lebih besar daripada dirinya. Dia ingin menjadikan istrinya sebagai tempat menumpahkan
segala keresahan hati dalam menghadapi problem kehidupan. Dia ingin agar istri
dapat menenangkan suami dengan kesabaran dari segala keresahannya sehingga
suami memperoleh kesegaran dan dorongan hidup lebih baik. Oleh karena itu,
setiap laki-laki harus benar-benar mengutamakan calon istri yang penyabar.
Insya Allah, segala tantangan dan kesulitan dalam rumah tangga akan teratasi
dengan baik sehingga tercipta keluarga bahagia
- MEMIKAT HATI
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 3 :
"Jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, ..."
Penjelasan :
Ayat tersebut menyebutkan agar laki-laki memilih perempuan yang
memikat atau menyenangkan hatinya sebagai istri. Kata-kata yang dipergunakan
pada ayat di atas yaitu "thaaba". Kata ini berarti :
- Baik, seperti dalam kalimat: "Hadzaa syaiun thayyib." (Ini adalah urusan yang baik). Kata thayyib berasal dari thaaba.
- Hatinya baik, seperti pada kalimat: "Hiya imra'atun thaabat nafsuha". (Perempuan ini baik hatinya).
- Ya, sebagai kata jawab, seperti dalam kalimat: "Thayyib, ana hadhir". (Ya, saya datang).
Dari ketiga arti di atas kita dapat mengetahui bahwa
arti kata thaaba pada ayat tersebut adalah sifat baik hati, akhlaq dan
kepribadian perempuan yang membuat calon suaminya merasa tertarik dan senang.
Tanpa adanya faktor-faktor ini, rasa tertarik, senang dan terpikat tidak akan
ada.
Istri yang bisa membuat suaminya merasa senang dan tertarik
akan semangat untuk bersama-sama membangun rumah tangga yang sakinah dan damai.
Tanpa rasa senang dan terpikat sulit akan tercipta kemesraan dan keintiman
dalam hidup berumah tangga.
Oleh karena itu, laki-laki yang hendak memilih seorang
perempuan sebagai calon istrinya harus bertanya kepada dirinya sendiri apakah
hatinya benar-benar merasa senang dan terpikat kepada perempuan tersebut atau
tidak. Ia harus jujur menghayati perasaannya sendiri dalam memperhatikan
hal-ihwal perempuan yang diminati sebelum me lamarnya, apalagi menikahinya.
Daya tarik yang utama dan bertahan lama, bahkan sampai
akhir hayat adalah daya tarik akhlaq dan ketaatan perempuan yang bersangkutan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun daya tarik lainnya adakalanya menyebabkan
kebosanan atau kebencian di belakang hari.
Kecntikan, misalnya, semakin lama akan memudar. Suami
tidak menaruh cinta lagi kepada istrinya karena ia tidak cantik lagi, atau
karena suatu musibah yang merusak kecantikan istri, suami tidak lagi tertatik,
bahkan menjauhinya. Daya tarik lainnya adalah kekayaan. Seorang laki-laki
memperistri seorang perempuan karena tertarik pada kekayaannya. Setelah menikah
sekian tahun, harta kekayaan istri habis, sehingga suami kehilangan rasa
tertarik terhadap istrinya. Oleh karena itu, yang akan menjamin suami tertarik
dan terpesona kepada istrinya secara langgeng adalah daya tarik akhlaq dan
ketaatan beragama seorang perempuan.
Untuk memastikan apakah seorang laki-laki tertarik
kepada calon istrinya atau tidak, dia hendaklah menguji kejujuran hatinya
berulang kali dengan cara-cara antara lain:
- Membandingkannya dengan perempuan lain. Jika hatinya ternyata masih bimbang, berarti dia belum terpikat sepenuh hati kepada perempuan tersebut.
- Mengendapkan keinginannya lebih lama kepada perempuan tersebut sehingga dapat lebih diyakini ketertarikan dan kesenangan hatinya. Jika setelah beberapa lama ternyata ia masih tetap tertarik dan menyenanginya, berarti perempuan tersebut mendapatkan nilai yang tinggi di dalam hatinya.
- Mengamati daya tarik perempuan tersebut dengan seksama apakah daya tariknya merupakan sifat-sifat asli atau sekedar polesan. Dengan mengetahui keadaan sebenarnya, ketertarikan terhadap perempuan yang bersangkutan akan langgeng karena benar-benar timbul dari dalam hatinya. Sebaliknya, jika daya tarik perempuan itu hanya bersifat polesan, dia lebih baik mengundurkan diri, karena daya tarik yang sifatnya polesan tidak bertahan lama.
Setiap laki-laki perlu memperhatikan aspek ini sebagai
tolok ukur dalam menilai perempuan yang menjadi calon istrinya agar terhindar
dari keadaan yang tidak diinginkan kemudian saat berumah tangga.
Sering terjadi seorang laki-laki sangat kecewa dan
menyesal karena istri yang dahulu dinilai memiliki sifat-sifat terpuji,
terbukti memiliki sifat-sifat sebaliknya. Sifat yang dulu ditampilkan di
hadapan calon suaminya ternyata hanya polesan. Akibatnya, wanita yang dipilih
menjadi istrinya benar-benar dirasakan sebagai orang lain, bukan wanita yang
didambakanya sebelumnya. Kejadian semacam ini hanya meninggalkan rasa perih,
kecewa, dan marah yang terpendam.
Berikut ini kami kemukakan beberapa contoh perempuan yang memiliki
daya tarik polesan atau semu:
- Seorang perempuan yang terlihat cantik karena bersolek. Karena setelah menjadi istri ia tidak mampu membeli peralatan kecantikan, terlihatlah keadaan aslinya. Suami melihat bahwa istri yang disangka benar-benar cantik alami ternyata tidak cantik. Kecantikannya hanya polesan belaka. Untuk mempertahankan penampilannya suami harus mengeluarkan biaya banyak sehingga menguras pendapatanya. Hal semacam ini menimbulkan kejengkelan dan kemarahan sehingga ia membenci istrinya.
- Seorang perempuan dari status sosial yang terhormat tetapi sikapnya merendahkan suaminya. Ia memandang suaminya yang harus menghormati dirinya, bukan dia yang harus menghormati suaminya. Pada awalnya suami tidak begitu merasa terhina oleh sikap istrinya, tetapi semakin lama suami merasakan bahwa dirinya tidak dihargai oleh istrinya sebagai kepala rumah tangga. Suami merasa kecewa dan jengkel kepada istrinya sehingga mereka semakin renggang. Suasana semacam ini mengakibatkan rumah tangga tidak lagi dipenuhi kecintaan dan kemesraan, yang ada hanyalah permusuhan yang tersembunyi.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan dalam rumah tangga Allah menegaskan dengan firman-Nya pada ayat di
atas agar laki-laki memilih perempuan yang benar-benar disenanginya dan
memiliki daya pikat yang sejati. Ia jangan mudah tertipu penglihatan sepintas
terhadap kecantikan, kekayaan, dan status sosial yang lebih banyak dibangkitkan
oleh selera rendah yang sifatnya sementara. Ia hendaklah benar-benar menguji
hati nuraninya dengan cara-cara yang benar sehingga yakin bahwa perempuan yang
hendak dijadikan istrinya benar-benar sesuai dengan hati nuraninya. Pengamatan
jeli dan seksama dalam memilih calon istri yang sesuai dengan tuntutan Islam
merupakan hal utama yang harus ia lakukan
- AMANAH
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 34:
"...Oleh sebab itu,
wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan
harta suami) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh)
memeliharanya..."
Disebutkan dalam Hadits berikut:
Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat kepadamu
ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi". (H.R.
Thabarani, dari 'Abdullah bin Salam)
Penjelasan :
Amanah yaitu tanggung jawab memenuhi kepercayaan orang kepadanya.
Apa saja yang dipercayakan orang kepadanya dijaga dan ditunaikan dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pemberi kepercayaan.
Ayat tersebut menjelaskan sifat istri yang baik, yaitu
benar-benar bisa memelihara kehormatan dirinya pada saat suaminya tidak di
rumah. Ia juga menjaga dengan amanah harta benda suaminya selama dia tidak di
rumah.
Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap istri dituntut
untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta suami yang dipercayakan
kepadanya.
Seorang istri harus memiliki sifat amanah karena ia
diberi kepercayaan oleh suaminya mengenai segala macam urusan diri dan
keluarganya, bahkan seluruh rahasia suaminya. Suami bukan hanya mempercayakan
harta kekayaan kepadanya, melainkan juga mempercayakan kehormatan dan keamanan
anak-anaknya. Hal ini menuntut adanya sifat amanah istri sehingga ia tidak akan
melakukan kecurangan ketika suami tidak ada, atau menipu suaminya sehingga
menjerumuskannya ke dalam malapetaka. Misalnya, karena kekurangan uang belanja
ia menyebarkan hal tersebut kepada orang lain, atau menyampaikan aib suami
kepada orang lain sekalipun tidak bermaksud jahat. Hal semacam ini sudah
merupakan tindakan khianat istri kepada suami.
Istri yang amanah tentu tidak akan mengabaikan
tanggung jawabnya menjaga dan memelihara segala hal yang dipercayakan
kepadanya. Ia akan memelihara suasana rumah tangga penuh rasa kasih sayang dan
cinta.
Sungguh sangat besar bahaya istri yang tidak amanah
bagi keselamatan dan keamanan suami. Istri yang curang dalam menggunakan harta
kekayaan suami akan memberatkan suami dalam mencari pemenuhan kebutuhan
keluarga. Istri yang tidak dapat menyimpan cacat cela dan rahasia suami akan
merusak kehormatan suaminya. Istri yang tidak dapat menjaga anak-anak suaminya
dengan baik akan menyusahkan suami dalam membina kehidupan anak-anaknya menjadi
orang yang shalih. Istri yang tidak amanah akan menimbulkan ketegangan dan
perselisihan karena hal yang diamanahkan kepadanya tidak dijaga dengan baik.
Oleh karena itu, setiap laki-laki yang ingin
memperistri seorang perempuan harus benar-benar memperhatikan ada tidaknya
sifat amanah pada calon istrinya. Jika ternyata ia seorang perempuan yang
kurang baik amanahnya dan kecil harapan untuk diperbaiki, perempuan semacam ini
sebaiknya tidak dijadikan istri.
Untuk mengetahui apaah calon istri amanah atau tidak, dapat
dilakukan upaya-upaya berikut:
- Menanyakan kepada kerabat atau tetangga atau teman dekatnya yang jujur dan berakhlaq baik apakah dia orang yang dapat dipercaya bila diberi kepercayaan mengurus dan menyimpan sesuatu atau tidak.
- Menyelidiki perilakunya apakah ia dapat dipercaya dalam melaksanakan kepercayaan orang kepadanya atau tidak. Misalnya dengan mengamati sikapnya bila dititipi uang apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Bisa juga dengan mengamati apakah ia selalu memenuhi janji dengan baik atau tidak bila berjanji.
- Menyelidiki perilaku keluarganya berkenaan dengan sifat amanah apakah keluarganya dapat dipercaya dalam menjaga harta titipan dan selalu memenuhi janji atau tidak. Dengan bercermin pada keadaan keluarganya besar kemungkinan yang bersangkutan juga menjadi perempuan yang amanah. Sebaliknya, jika keluarganya dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, kemungkinan anaknya begitu.
Jadi, karena istri yang amanah sangat berperan penting
dalam menciptakan kehidupan keluarga yang baik, laki-laki yang ingin membina
rumah tangga harus selalu mengutamakan istri yang amanah. Dengan istri yang
amanah insya Allah kehidupan keluarga tidak akan banyak beban sehingga tercipta
keluarga yang sakinah
- TIDAK BERSOLEK BILA KELUAR RUMAH
Disebutkan dalam Hadits berikut:
"Wanita-wanita yang
gemar minta cerai dan wanita-wanita pesolek (di luar rumah) adalah
wanita-wanita munafik". (H.R. Abu Nu'aim)
Penjelasan :
Maksud Hadits di atas ialah perempuan yang suka bersolek ketika
keluar rumah adalah perempuan munafik. Orang munafik perkataannya tidak bisa
dipercaya, janjinya tidak bisa dipegang dan kejujurannya tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perempuan yang suka bersolek ketika
keluar rumah berarti memiliki sifat-sifat buruk.
Sifat perempuan dalam menampilkan dirinya macam-macam.
Ada perempuan
yang suka bersolek, ia dapat memoles dirinya dengan baik sehingga terlihat
cantik dan kekurangannya tertutupi. Tindakannya bertujuan untuk menawan hati
orang lain, terutama lawan jenisnya. Perempuan semacam ini disebut munafik
karena selalu berpura-pura dalam menampilkan dirinya dan menyembunyikan keadaan
sesungguhnya.
Selain itu,ada perempuan yang tampil apa adanya, ia
tidak mau mengenakan macam alat kecantikan. Ia selalu menampakkan dirinya
dengan polos, tetapi memperlihatkan budi pekerti yang baik dan akhlaq yang
terpuji. Ia berpakaian sederhana apa adanya. Perempuan semacam ini lebih
mengutamakan kecantikan dan keindahan batin daripada keindahan lahirnya.
Di antara dua sifat perempuan tersebut, perempuan yang
tampil apa adanya, polos, dan sederhana itulah yang berakhlaq baik. Perempuan
semacam inilah yang seharusnya menjadi pilihan laki-laki beriman untuk
dijadikan istri. Ia bisa diharapkan untuk bersama-sama membangun rumah tangga
yang penuh kedamaian, keceriaan, kasih sayang dan kebahagiaan.
Istri yang bersolek bila keluar rumah termasuk wanita
munafik karena ia berusaha terlihat cantik di mata orang lain, bukan di hadapan
suaminya. Ia akan membuat hati suami selalu dibayangi kebimbangan. Suami
menjadi selalu khawatir jangan-jangan istrinya tidak dapat menjaga dirinya dari
rayuan laki-laki lain atau bercengkerama dengan laki-laki lain ketika dia tidak
di rumah. Ia juga bimbang bila memberi uang belanja karena mungkin sekali
istrinya menghamburkannya di luar pengetahuan suami. Ia juga sulit mempercayai
apa yang dibicarakan istrinya. Kebimbangan semacam ini tentu dapat mengganggu
ketentraman dalam rumah tangga, bahkan bisa memicu pertengkaran.
Istri pesolek menimbulkan beban psikologis bagi suami.
Kegemarannya bersolek bila keluar rumah bisa mengundang selera laki-laki lain
terhadap dirinya. Hal ini tentu akan menimbulkan salah paham dengan suaminya.
Suami akan merasa curiga setiap saat sehingga timbul pertengkaran dalam rumah
tangga.
Selain beban psikologis, istri pesolek juga akan
menimbulkan banyak problem bagi suaminya karena kegemarannya bersolek
menyebabkan suami harus mengeluarkan banyak uang. Hal semacam ini tentu akan
membebani suami, bila pendapatan suami hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Karena begitu besarnya kendala beristri perempuan
pesolek, seorang lelaki hendaklah lebih dahulu meneliti dan mencermati calon
istrinya. Jika ternyata dia seorang yang benar-benar gemar bersolek, bahkan
biasa bersolek sejak kecil, hendaklah ia mempertimbangkan dengan seksama apakah
ha itu akan menimbulkan malapetaka atau tidak bagi dirinya kelak. Jika
kegemarannya besolek bukan kebiasaan sejak kecil, melainkan sekedar pengeruh
teman dan ada harapan untuk diperbaiki, ia harus tetap mempertimbangkan
pemilihannya, sebab boleh jadi pengaruh temannya akan menjadi kebiasaan. Ia
harus benar-benar bersikap objektif dalam menilai kemampuannya mengayomi
perempuan tersebut. Langkah terbaik adalah mendasarkan pilihannya sesuai dengan
tuntunan syari'at Islam supaya kelak tidak menyesal.
Untuk mengetahui apakah calon istri pesolek atau
bukan, dengan mudah dapat dilihat dari penampilannya sehari-hari. Bila ia
menampilkan diri secara polos dan sederhana walaupun sebenarnya dia
berkecukupan, wanita semacam ini termasuk bukan pesolek. Akan tetapi, jika ia
tampil dengan polos hanya karena keadaan ekonominya lemah, hal ini perlu
dipertimbangkan dan diselidiki lebih jauh. Kita perlu meneliti lebih jauh
penampilannya pada saat-saat tertentu, misalya pada saat menghadiri acara pesta
perkawinan, wisuda dan lain-lain, apakah tetap tampil apa adanya atau bersolek
di luar kebiasaannya.
Ringkasnya, setiap laki-laki hendaklah memperhatikan
masalah ini dengan seksama agar kelak tidak menyesal dalam membina rumah tangga
dengan perempuan yang didambakannya. Hal ini perlu dilakukan jika ia
menghendaki rumah tangga yang dipenuhi dengan keharmonisan, kemesraan dan
kebahagiaan. Oleh karena itulah, ia hendaklah berhati-hati agar tidak memilih
perempuan yang gemar bersolek bila keluar rumah
- KUFU' DALAM BERAGAMA
Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits-Hadits berikut:
"Wahai Bani Bayadhah,
kawinkanlah (perempuan-perempuan kamu) dengan Abu Hind; dan kawinlah kamu
dengan (perempuan-perempuan)nya." (H.R. Abu Dawud)
"Orang-orang Arab satu
dengan lainnya adalah kufu'. Bekas budak satu dengan lainnya adalah kufu'
pula." (H.R. Bazar)
"Sesungguhnya Allah
memuliakan Kinanah di atas Bani Isma'il dan memuliakan Quraisy di atas Kinanah
dan memuliakan Bani Hasyim di atas Quraisy dan memuliakan aku di atas Bani
Hasyim...Jadi, akulah yang terbaik di atas yang terbaik." (H.R. Muslim)
Penjelasan :
Kata kufu' artinya sepadan atau setara. Dalam pengertian
adat-istiadat, kufu' ialah kedudukan setara antara calon suami dengan calon
istri, baik dalam urusan agama, keturunan, nasab, maupun kedudukan sosial dan
ekonomi. Bila calon pasangan dalam hal-hal tersebut setara, maka mereka disebut
kufu'.
Hadits-hadits di atas memberikan penjelasan kufu'
dalam pandangan syari'at Islam. Hadits pertama menjelaskan bahwa Rasulullah
memerintahkan Bani Bayadhah untuk mengawinkan anak-anak perempuannya dengan
laki-laki dari keturunan Abu Hind. Klen Abu Hind ini dikenal sebagai pengrajin.
Profesi pengrajin di lingkungan Arab dipandang rendah sehingga keturunan mereka
dinilai tidak kufu' dengan keturunan Bani Bayadhah.
Hadits kedua menjelaskan bahwa semua suku Arab kufu'
sehingga tidak alasan bagi suatu suku tertentu merasa lebih tinggi daripada
suku lain.
Hadits ketiga menjelaskan bahwa suku yang paling mulia
dilingkungan bangsa Arab adalah Quraisy, sedangkan klen yang paling mulia di
lingkungan suku Quraisy adalah Bani Hasyim dan warga Bani Hasyim yang paling
mulia adalah Nabi Muhammad SAW.
Hadits ketiga ini tidak menunjukkan adanya pembenaran
bahwa suku selain Quraisy tidak kufu' dengan suku Quraisy, atau klen selain
Bani Hasyim tidak kufu' dengan klen Bani Hasyim, sehingga antara laki-laki dan
perempuan yang berbeda suku atau klen tidak boleh menikah. Oleh karena itu,
tidak ada pembenaran bagi mereka untuk menolak kawin dengan suku atau klen mana
saja dengan alasan status sosialnya tidak kufu'.
Bila perkawinan antar klen atau suku yang tidak kufu'
dilarang, tentu saja tidak akan ada laki-laki yang dipandang kufu' menjadi
suami putri-putri Rasulullah, sebab Rasulullah SAW adalah orang yang paling
mulia di lingkungan klen Bani Hasyim. Kenyataannya, putri Rasulullah diperistri
oleh laki-laki yang klen atau keluarganya lebih rendah .
Ummu Kultsum contohnya, diperistri oleh 'Utsman bin
'Affan yang klennya lebih rendah daripada Bani Hasyim, dan Fathimah diperisteri
oleh 'Ali yang keluarganya lebih rendah daripada keluarga Rasulullah SAW. Hal
ini membuktikan bahwa anjuran agar mencari pasangan yang kufu' maksudnya
bukanlah kufu' dalam pengertian nasab, kedudukan sosial ekonomi, suku atau
keluarga, melainkan kufu' dalam beragama.
Mengapa hanya agama yang menjadi tolok ukur kufu'
untuk memilih istri? Karena agama merupakan bekal utama yang melandasi
kemampuan dan tanggung jawab seorang perempuan untuk menjadi istri yang shalihah.
Kufu' dalam beragama ini ialah kualitas akhlaq dan
ketaatan beragama calon pasangan benar-benar setara. Apabila suami lebih baik,
sedang istri kurang, keduanya dikatakan kurang kufu'. Sebaliknya, jika istri
lebih baik, ia dikatakan tidak kufu' sebab suami dituntut memiliki kualitas
lebih baik atau setidak-tidaknya setara.
Islam menganjurkan memilih istri yang kufu' dalam
beragama agar kelak tercipta suasana sakinah dan mawaddah dalam hidup berumah
tangga. Bila antara suami istri terdapat perbedaan-perbedaan mencolok dalam
bidang akhlaq dan ibadah, apalagi istri jauh lebih rendah daripada suami, hal
ini semacam ini akan menghambat upaya menciptakan rumah tangga yang dipenuhi
kemesraan, kebahagiaan, dan penuh tanggung jawab kepada Allah.
Demikianlah, karena istri yang tidak kufu' memiliki
pandangan yang berbeda dalam menilai baik buruk suatu masalah sehingga dalam
rumah tangga muncul dua norma yang bisa berbeda. Hal ini sangat berbahaya bagi
pembinaan akhlaq suami istri dan anak-anaknya. Bukanlah tujuan setiap orang
membina rumah tangga adalah untuk memperoleh kebahagiaan sebesar-besarnya di
dunia dan keselamatan di akhirat kelak? Kalau tujuan semacam ini tidak dapat
diwujudkan, yang akan terjadi adalah perselisihan yang menyebabkan perderitaan.
Untuk mengukur kufu' atau tidaknya calon istri, perlu diadakan
pengamatan dan penelitian seksama. Ada
beberapa cara yang bisa ditempuh, antara lain :
- Menanyakan akhlaq dan ibadah perempuan tersebut kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya yang adil dan jujur dalam menilai orang.
- Mengamati akhlaq dan ibadah keluarga perempuan yang bersangkutan. Bila keluarganya ahli ibadah dan baik akhlaqnya, kemungkinan besar akhlaq perempuan tersebut seperti keluarganya.
Adapun kufu' dalam bidang lain, seperti tingkat
pendidikan, sosial, ekonomi dan lain-lain bukan merupkan masalah pokok yang
dapat menghalangi upaya penciptaan rumah tangga yang sakinah dan mawaddah.
Masalah-masalah semacam itu dapat diatasi dengan cara melakukan peningkatan
secara bertahap dari pihak yang bersangkutan.
Istri yang pendidikannya jauh lebih rendah daripada
suami, misalnya. Tetapi memiliki kecerdasan yang cukup untuk menambah ilmunya,
baik secara otodidak maupun melalui kursus-kursus, dapat mengimbangi kedudukan
suami. Begitu pula istri yang berasal dari kalangan ekonomi rendah tetapi
memiliki pendidikan yang cukup, kedudukannya otomatis akan terangkat sehingga
kedudukannya setara dengan suaminya. Begitu juga dalam hal kedudukan sosial dan
lainnya, istri dapat mencapai kesetaraan selama suami mau menerima dan
mengusahakan peningkatan kualitas dirinya.
Akan tetapi, berbeda sekali bila calon istri akhlaqnya
rendah dan perilakunya dalam beragama rusak. Perbaikan dan peningkatan dalam
hal ini sangat berat sebab untuk mengubah akhlaq yang buruk menjadi baik
bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan, bahkan dapat mempengaruhi yang baik
menjadi rusak. Itulah sebabnya Rasulullah SAW, juga para ulama mengingatkan
agar laki-laki yang hendak menikah benar-benar memperhatikan masalah kualitas
agama calon istrinya.
Jadi, walaupun masalah kufu' di luar aspek agama tidak
menjadi tuntutan pokok, patut juga kita perhatikan hal tersebut dengan baik
agar kita lebih mudah menciptakan keluarga yang bahagia, penuh ketenangan dan
sejahtera. Kita sebaiknya berusaha untuk mendapatkan pasangan yang kufu' dalam
seluruh aspek mencakup akhlaq, ibadah, pendidikan, kedudukan sosial, ekonomi,
dan latar belakang kultur. Semakin banyak persamaan antara calon pasangan, akan
semakin mudah kita membina kesatuan dalam keluarga. Inilah yang harus kita
usahakan agar tujuan kita mewujudkan rumah tangga yang penuh keberkahan,
kebahagiaan dan ketenangan tercapai
- TIDAK MATERIALIS
Dalam Hadits berikut disebutkan:
Dari Ibnu 'Abbas ra,
ujarnya: Rasulullah SAW bersabda: "Ada
empat perkara, siapa mendapatkannya berarti kebaikan dunia dan akhirat, yaitu
hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, bersabar ketika
mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini bukan bermaksud
menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan menginginkan
hartanya." (H.R. Thabarani, Hadits Hasan)
Disebutkan juga dalam Hadits berikut bahwa:
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yaitu bilamana ia mudah dilamar,
murah maskawinnya, dan subur peranakannya." (H.R. Ibnu Hibban, Hakim, dan
lain-lain, dari 'Aisyah).
Penjelasan :
Materialis adalah sifat lebih mengutamakan materi dan cenderung
tidak mau mengeluarkan hartanya untuk kepentingan orang lain atau kepentingan
kebajikan umum.
Wanita materialis mengukur derajat dan martabat
seorang laki-laki semata-mata dari sisi harta kekayaannya. Ia mau menjadi istri
seseorang asalkan yang bersangkutan mampu memenuhi tuntutan-tuntutan materinya.
Ia selalu medambakan kemewahan dan bertumpuknya harta kekayaan tanpa
mempedulikan halal dan haramnya.
Maksud Hadits pertama ialah perempuan yang baik
dijadikan istri antara lain karena tidak bermaksud mengejar harta dan tidak
pula menjerumuskan suaminya untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Misalnya
mendorong suaminya untuk mencari harta sebanyak-banyaknya walaupun dengan cara
haram atau hanya mengeruk harta kekayaan suami dan meninggalkannya bila suami
jatuh miskin.
Hadits kedua menerangkan bahwa salah satu ciri wanita
yang tidak materialis. Perempuan semacam ini kelak akan membawa berkah bagi
keluarganya karena mau menerima keadaan suami sehingga tidak menyulitkan
suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarga kelak. Sikap semacam inilah yang
dapat menciptakan suasana keluarga penuh dengan rasa riang dan bahagia.
Dalam memilih calon istri kita diperintahkan agar
mencari wanita yang ridha menerima mahar sedikit, walaupun laki-laki dianjurkan
untuk memberikan mahar yang banyak kepada calon istrinya seperti yang
disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 4 : "Berikanlah maskawin kepada
wanita (yang kamu nikahi) dengan maskawin yang menyenangkan ..."
Untuk mengetahui apakah calon istri materialis atau tidak, dapat
dilakukan cara-cara antara lain:
- Menanyakan kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya tentang sikap-sikapnya dalam bidang materi. Misalnya, kita teliti apakah dia senang berteman dengan orang-orang kaya saja atau juga dengan orang-orang miskin. Kita amati sikapnya apakah mau meminjamkan sesuatu kepada orang yang miskin atau hanya mau meminjamkan sesuatu kepada yang kaya. Kita amati juga apakah dalam menilai keadaan seseorang ia hanya melihat sisi materinya atau ia lebih memperhatikan sisi akhlaq dan kepandaiannya.
- Mengamati pola kehidupan keluarganya apakah mereka hanya bergaul dengan orang-orang kaya atau dengan semua kalangan.
- Mengujinya dengan memberikan hadiah yang murah apakah apakah ia memberi komentar menyepelekan atau tidak.
Dengan cara-cara ini diharapkan laki-laki yang akan
mempersunting seorang perempuan dapat mengetahui dengan jelas apakah sifatnya
materialis atau qana'ah (menerima apa adanya) dan menjauhi kemewahan.
Laki-laki yang bertujuan mewujudkan keluarga islami
dalam rumah tangganya, hendaklah benar-benar memilih calon istri yang tidak
materialis. Hal ini dimaksudkan agar keluarganya dapat hidup berbahagia,
sejahtera, penih ketentraman, kasih sayang sesuai dengan peraturan Islam
- SENANG MENYAMBUNG IKATAN KERABAT
Dalam Hadits berikut disebutkan:
Dari Maimunah ra,
sesungguhnya ia telah memerdekakan salah seorang budak perempuannya tanpa lebih
dahulu minta izin kepada Nabi SAW. Ketika tiba saat Nabi bergilir kepadanya, ia
berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Tuan tahu bahwa saya telah memerdekakan
budak perempuanku?" Sabdanya: "Apakah engkau telah
melakukannya?" Jawabnya: "Ya" Sabdanya: "Alangkah baiknya
kalau budak perempuan itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu
karena pahalanya akan lebih besar bagi dirimu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, dan Nasa'i)
Penjelasan :
Perempuan yang baik untuk dijadikan istri adalah perempuan yang suka
menjalin ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabat.
Hadits di atas menceritakan bahwa ketika Maimunah
memberitahu Rasulullah SAW, bahwa dirinya telah memerdekakan budak miliknya,
beliau bersabda: "Alangkah baiknya kalau budak perempuan itu engkau
hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu." Ini berarti bahwa
Rasulullah SAW lebih menekankan perlunya mempererat ikatan kekerabatan daripada
sekedar membebaskan budak.
Peranan seorang istri sangat besar dalam mempererat
hubungan suaminya dengan keluarga dan kerabatnya. Bila seorang istri suka
menjaga dan memelihara hubungan dengan kerabat-kerabatnya, baik dari pihaknya
sendiri maupun dari puhak suaminya, jaringan hubungan kekeluargaan akan menjadi
luas, sehingga memudahkan mereka untuk saling menerima dan memberi bantuan.
Kebanyakan orang, terutama para istri, tidak suka bila
dia harus membantu atau menanggung beban hidup orang lain. Mereka lebih
mengutamakan kesejahteraan keluarganya daripada membantu kerabat atau keluarga
besarnya. Umumnya, perempuan lebih mengutamakan diri dan anak-anaknya dan
cenderung kurang peduli dengan keluarga besarnya. Mereka khawatir kalau terlalu
banyak membantu keluarga besar, kepentingannya tidak terpenuhi. Hal inilah yang
sering merintangi para istri untuk bersikap lebih dermawan kepada keluarga
besarnya, apalagi kepada keluarga besar suaminya.
Kita tak boleh merasa tidak memerlukan uluran tangan
keluarga atau kerabat kita, karena sikap semacam ini hanya merugikan diri
sendiri. Walaupun keluarga kita berkecukupan, kita harus ingat bahwa kekayaan
tidak bisa dinikmati selamanya. Peristiwa-peristiwa mendadak yangbisa
menghancurkan kekayaan dan kesejahteraan, tidak dapat kita duga datangnya. Hal
semacam ini kemungkinan besar tidak dapat kita atasi sendiri sehingga
memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu siapakah yang kita harapkan
dapat memberikan bantuan jika bukan dari keluarga besar kita sendiri.
Sebuah keluarga kaya misalnya, mereka merasa tidak
memerlukan bantian lagi dari keluarga besarnya, lalu bersikap acuh dan
merendahkan. Suatu ketika keluarga ini mengalami malapetaka, misalnya rumahnya
terbakar habis sehingga tidak tersisa harta sedikitpun. Pada saat semacam ini,
siapakah yang diharapkan untuk segera memberikan bantuan kepada dirinya jika hubungannya
dengan keluarga besarnya tidak baik? Dia akan menderita dan putus asa karena
tidak ada orang yang bisa diharapkan pertolongannya. Ia tidak bisa berharap
kepada keluarga besarnya karena selama ini tidak mau peduli kepada mereka.
Untuk mengetahui seberapa jauh minat dan hasrat calon ustri terhadap
upaya pemeliharaan ikatan silahturahmi dengan keluarga, kita dapat menempuh
cara-cara antara lain:
- Menanyakan kepada kerabat dekatnya apakah yang bersangkutan kenal, akrab dan sering berkunjung atau tidak.
- Menanyakan kepada teman-teman perempuannya atau tetangga sekitarnya apakah dia berhubungan baik dengan mereka atau tidak.
Karena pentingnya keluarga besar dan kerabat bagi
setiap keluarga, kita wajib memperhatikan calon istri kita seberapa jauh ia mempedulikan
kerabat dan keluarga besarnya. Bila yang bersangkutan adalah orang yang selalu
memelihara dan menyuburkan ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabatnya,
perempuan semacam ini baik dijadikan istri dan akan membawa berkah dalam
membangun rumah tangga kelak. Sebaliknya, jika dia tidak peduli dengan ikatan
kekeluargaan, kemungkinan besar perempuan semacam ini tidak akan memberikan
berkah dalam keluarga suaminya. Oleh karena itu, carilah istri yang suka
memelihara ikatan silaturahmi.
No comments:
Post a Comment